Hari belum dimulai. Jarum pendek pada jam dinding mengarah ke angka 2. Masih
terlalu gelap. Tiba-tiba aku terbelalak kaget. Istriku, Ryan, tengah menahan
rasa sakit di perutnya. Geriginya saling beradu, sesekali gigi atasnya menangkap
bibir bawah untuk mencoba menghilangkan sakit yang takkan pernah aku mengerti
kadarnya. Sementara aku menyiapkan mobil, kudengar erangan Ryan semakin keras,
si kecil di dalam perutnya mungkin sudah tak sabar hendak melihat dunia.
Nakalnya aku, masih sempatnya sedikit nyengir karena senang akan segera menjadi
seorang ayah. Terbayang tak lama lagi akan terdengar suara mungil memanggil,
“Ayah…”
Kupacu mobilku secepat mungkin. Masih 2 kilometer lagi rumah
sakit bersalin tempat biasa istriku memeriksakan kandungannya setiap bulan.
Semakin cepat roda berputar semakin cemas perasaanku, terlebih melihat istriku
yang mulai melemah. Tak lagi terdengar erangan dari mulutnya, yang ada hanya
desahan buangan nafas dengan sedikit tersengal. Kuyakinkan dia untuk sedikit
bersabar, “Tinggal dua kelok lagi dik…”
Sesaat sebelum turun, diluar
halaman depan rumah sakit, kubopong Ryan menuju ruang tengah rumah sakit.
Beberapa detik sebelum para suster menyodorkan tempat tidur beroda untuk
istriku, sempat Ryan membisikkan sesuatu …. Tak terasa sebulir air mata mengalir
dari sudut mataku …
Bagaimana mungkin, disaat kritis dan tengah menahan
sakit yang teramat seperti itu ia masih sempat memikirkan kebahagiaan suaminya
jika Tuhan berkehendak lain atas sebuah ajal. Memang yang kutahu, saat-saat
seperti ini adalah saat mempertaruhkan hidup dan mati bagi seorang ibu. Tapi
bagaimana mungkin Ryan masih bisa membagi ruang dalam pikirannya untukku disaat
genting seperti saat ini.
Detik demi detik, menit pun berlalu. Tapi
masih saja terngiang kata-kata istriku, “Mas harus menikah lagi, jika Allah
menghendaki ajalku berakhir hari ini…”.
Hhhhhh … kuhela nafasku panjang.
Aku mengutuk-ngutuk diri ini sendirian. Sementara di dalam sana istriku tengah
berjuang antara hidup dan mati demi memberikan kebahagiaan berupa sesosok
malaikat kecil yang sebentar lagi hadir bersama dalam kehidupan kami, tapi aku
masih saja berdiri di sini, di ruang tunggu ditemani tembok putih yang membisu.
Kudtduk sejenak, tak sengaja pikiranku melayang. Terbayang wajah istriku
yang cantik. 2 tahun menikah, tak terasa sebentar lagi aku akan menjadi seorang
ayah. Berarti juga, bukan hanya satu kecupan yang akan menyemangatiku sebelum
berangkat kerja, tapi akan ada lagi satu kecupan dari bibir mungil malaikat
kecilku. Kecupan… ya, satu kecupan di pagi hari yang memberikan energi luar
biasa setiap kali memulai hari dengan rutinitas kantor. Dan satu kecupan hangat
menyambutku di depan pintu sepulang bekerja, yang membasuh semua peluh, yang
menghilangkan segala letih dan kepenatan. Kecupan …
Sedetik kemudian …
Aku berlari, membuka pintu ruang persalinan, kulihat istriku masih terus
berusaha mengatur nafasnya. Tak percaya aku seberani ini, padahal sebelumnya
sudah kuyakini aku takkan sanggup menemaninya bersalin. Aku tak kuasa melihat
istriku menderita, bahkan sudah terbayang dalam benakku sejak bulan-bulan
terakhir menjelang persalinan ini, sesuatu yang terpahit yang aku tak ingin
terjadi pada istriku, termasuk anakku.
Tetapi di menjelang pagi ini,
Kudekati Ryan, kugenggam tangannya erat. Kurasakan jemarinya seperti baru
saja menemukan pegangan kuat setelah sebelumnya menggapai-gapai hampir terlelap
dalam lautan peluh. Dan sesaat kemudian, kecupan hangat dariku mendarat di
keningnya, menyingkirkan semua peluhnya. Mataku terpejam sementara bibirku terus
bertengger di kening basahnya. Terlintas energi dahsyat yang selama ini
dialirkan oleh Ryan sebelum aku berangkat kerja. Kali ini aku berharap, energi
itu bisa diperolehnya dari hangat bibirku di keningnya …
Akhirnya,
diiringi segurat do'a …
Sebuah tangis yang kurindu sekian bulan lamanya
terdengar. Yang pasti, kulihat juga senyum Ryan menyambut kehadiran malaikat
kecil kami itu. Terima kasih Allah. Kupercaya, Engkau turut andil sewaktu energi
kecupan itu kualiri kepadanya. Karena juga, aku masih ingin selalu mendapatkan
energi itu esok hari, bukan cuma dari satu kecupan, ditambah kecupan mungil itu.
(Bayu Gaw)
sumber : eramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar